Bisnis memang menawarkan berbagai macam keuntungan tetapi dibalik semua itu ada banyak resiko yang harus dihadapi mulai dari resiko rugi, resiko nama baik yang tercoreng, resiko bermasalah dengan pelanggan dan tak jarang pula resiko yang dihadapi saat berhadapan dengan karyawan dan mitra kerja.
Eks pemilik sebuah warung buah di Melbourne, Australia sudah didenda sebab membayar bayaran seorang pengungsi Afghanistan dengan jumlah yang kurang dari ketetapan, sesudah dia berprofesi berminggu-pekan tanpa bayaran.
Institusi Fair Work Australia mendenda Abdulrahman Taleb -eks pemilik dan operator warung Sunshine Fruit Market di kawasan Sunshine, Melbourne -sekitar $ 16.000 (atau seimbang Rp 160 juta) dan perusahaannya senilai $ 644.000 (atau seimbang Rp 6,44 miliar) sebab dengan sengaja mengacuhkan peringatan perihal tingkat bayaran dan memotong bayaran pekerja.
Pengadilan Sirkuit Federal menemukan bahwa pekerja, yang adalah seorang pengungsi dari Afghanistan dan berbincang-bincang sedikit bahasa Inggris, itu tidak dibayar sepeserpun selama sebagian minggu di tahun 2012.
Dia kemudian dibayar dengan bayaran konsisten sebesar $ 10 (atau seimbang Rp 100 ribu) per jam sampai maksimum $ 120 (atau seimbang Rp 1,2 juta) per hari untuk profesi membentuk dan memindahkan buah serta sayuran.
Pengungsi itu sepatutnya mendapatkan tingkat bayaran normal senilai $ 17 (atau seimbang Rp 170 ribu) per jam dan senilai $ 38 (atau seimbang Rp 380 ribu) pada akhir minggu dan senilai $ 43 (atau seimbang Rp 430 ribu) pada hari libur.
Institusi Fair Work Australia mengatakan bahwa pekerja hal yang demikian mempunyai hak atas kekurangan bayaran senilai sempurna $ 25,588 (atau seimbang Rp 255,8 juta) untuk dua jangka waktu terpisah di tahun 2012 dan 2013.
Dia juga tak diberikan rehat makan yang dijanjikan, sedangkan sekali-sekali berprofesi lebih dari 12 jam sehari.
Denda itu adalah rekor bagi institusi Fair Work Ombudsman, yang menyalip denda di bulan Februari kepada eks pemilik- sebuah resto di Albury, New South Wales.
Hakim Philip Burchardt mengatakan bahwa kekurangan bayaran yang patut dibayarkan Taleb sungguh "angker".
"Kurang bayar itu demikian itu signifikan sehingga jumlah yang tak dibayarkan terhadap pekerja, secara relatif, sungguh besar untuk waktu yang betul-betul singkat,\\\" katanya.
"Aku mendapatkan laporan ombudsman bahwa metode kerja pemilik warung itu yaitu bahwa pekerja dibayar dengan bayaran antara $ 3,49 dan $ 9,29 (atau seimbang Rp 34.900-Rp 92.900) per jam.\\\"
Pengungsi dievaluasi rentan
Hakim Burchardt mengatakan bahwa bisnis hal yang demikian tak dilaksanakan cocok ketetapan tata tertib, dengan seluruh pembayaran bayaran karyawan dikerjakan secara tunai dan perusahaan hal yang demikian melanggar sejumlah hukum di daerah kerja.
Pekerja hal yang demikian sudah datang ke Australia sebagai pencari suaka dan menghabiskan waktu dalam tahanan sebelum dibebaskan dan diberikan hak tinggal pada tahun 2010.
"Pekerja itu yaitu seorang karyawan yang rentan sebab dia baru saja tiba di Australia dan sama sekali tidak mempunyai kefasihan dalam bahasa Inggris, dan dapat dianggap betul-betul tidak mungkin mengenal hak apa malah di bidang tata tertib,\\\" kata Hakim Burchardt.
Hakim mengatakan, Taleb, yang berasal dari Altona Utara, negara komponen Victoria, tak pernah minta maaf dan penyesalannya \\\"tak mengesankan\\\".
Natalie James dari Fair Work Ombudsman mengatakan bahwa 18 persen orang yang menghubungi institusi Fair Work perihal dilema dengan majikan mereka yaitu para imigran atau pekerja dengan visa khusus, tapi mereka hanyalah 5 persen dari keseluruhan angkatan kerja.
\\\"Pekerja visa dan pekerja imigran betul-betul rentan sebab bermacam alasan dan dalam kasus ini, pekerja hal yang demikian mempunyai kefasihan yang betul-betul sedikit dalam bahasa Inggris dan kami dapat memakai ahli alih bahasa untuk berprofesi sama dengannya,\\\" ujar James.
Dia mengatakan bahwa kasus hal yang demikian adalah peringatan terhadap para pemberi kerja bahwa mereka akan diadili sebab melanggar tata tertib.